Rabu, 05 Mei 2010

التفسير
أيـات العبــــادة فـى

Makalah ini Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah

TAFSIR I


Dosen Pembimbing :

Mu'tashim Billah M.A




DISUSUN OLEH :

M. Sir Hasanal Kholqi ( 9325 004 08 )
Saiful Akbari Hafiluddin ( 9325 043 08 )




SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI
PRODI PENDIDIKAN BAHASA ARAB
STAIN – KEDIRI
2010

BAB I
PENDAHULUAN

Ibadah adalah tindakan untuk mematuhi perintah dan menjauhi larangan tuhan (Allah) dengan kata lain ibadah ialah suatu orientasi dari kehidupan dan orientasi tersebut hanya tertuju kepada tuhan (Allah) saja.
Manusia diciptakan oleh tuhan dan hanya berorientasikan kepada penciptanya yaitu (Allah), sang pencipta yang menumbuhkan dan mengembangkan manusia, Dia yang memelihara, menjaga dan mendidik manusia, Dia pula yang memberi petunjuk kepada manusia, oleh karena itu hanya kepada Dia manusia menyembah
Terkait dengan masalah ibadah, terdapat beberapa golongan hamba Allah yang sama-sama mengaku sebagai seorang hamba yang taat beribadah. Mereka memiliki berbagai pengertian yang berbeda dalam memahami apa hakikat dari ibadah.
Diantaranya ada golongan yang berpendapat bahwa ibadah itu adalah sikap taat dan ketertundukan seorang hamba kepada sang Kholiqnya dalam rangka Ta'abbud kepada-Nya. Akan tetapi mereka kurang memperhatikan hal-hal kecil diluar itu yang terkait dengan ibadah sosial, pergaulan ataupun sikap toleransi dalam sitiap situasi.
Ada pula yang berpendapat bahwa dalam ibadah yang menjadi titik tekan adalah bagaimana seorang hamba bersungguh-sungguh tatkala mengerjakan sesuatu, dan sesuatu tersebut bernilai ibadah apabila ia tulus. Akan tetapi mereka acapkali menyepelekan ibadah mahdhoh, seperti sholat, puasa dan lain-lain.




Kemudian golongan yang terakhir adalah golongan yang dapat menserasikan antara golongan yang pertama dan kedua, mereka dapat mensinergikan antara ibadah mahdhoh dan ibadah ghoiru mahdhoh.
Akhir-akhir ini marak para kaum yang mengkaji masalah tersebut dan memunculkan kesimpulan yang aneh kedalam telingga kita, kemudian bagaimana sikap kita sebagai seorang terpelajar menyikapinya?























BAB II
PEMBAHASAN

1. Surat Al-Baqarah ayat 21

ياٍِيها الناس اعبدوا ربّكم الذى خلقكم والّذين من قبلكم لعلكم تتّقون

Artinya : "Hai manusia, sembahlah tuhanmu yang telah menciptakan kamu dan orang-orang yang sebelummu, agar kamu bertaqwa."

2. Surat Az-Zumar ayat 2 dan 3

إنّا أنزلنا إليك الكتاب بالحقّ فاعبد الله مخلصا له الدّين ¤ ألا لله الدين الخالص والّذين اتخذوا من دونه أولياء ما نعبدهم إلا ليقرّبونا إلى الله زلفى إنّ الله يحكم بينهم فيما هم فيه يختلفون إن الله لا يهدى من هو كاذب كفّار ¤

Artinya : (2) sesunguhnya kami menurunkan kepadamu Kitab (Al-Qur'an) dengan membawa kewbenaran. Maka sembahlah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya.
(3) Ingatlah, hanya kepunyaan Allah lah agama yang bersih (dari syirik). Dan orang-orang yang mengambil pelindung selain Allah berkata : " kami tidak menyembah mereka melainkan supaya mereka mendekatkan kami kepada Allah dengan sedekat dekatnya." Sesungguhnya Allah akan memutuskan diantara mereka tentang apa yang mereka berselisih padanya. Sesungguhnya Allah tidak menunjuki orang-orang yang pendusta dan sangat ingkar.


3. Surat Al-Bayyinah Ayat 5

وما أمروا إلّا ليعبدوا الله مخلصين له الدّين حنفاءَ ويقيموا الصّلوة ويُوءتوا الزّكاة وذالك دين القيّمه

Artinya : "..Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam menjalankan agama yang lurus dan agar mereka mendirikan sholat dan menunaikan zakat, dan yang demikian itu adalah agama yang lurus.

A. Tafsir surat Al-Baqarah Ayat 21
Asbab An-Nuzul ayat tersebut berkaitan dengan hadits : mengkabarkan kepadaku Sa'id ibn Muhammad ibn Ahmad Az-Zahid, mengkhabarkan kepadaku Abu 'Ali ibn Ahmad Al-Faqih, mengkhabarkan kepadaku Abu Turob Al-Quhustani, menceritkan kepadaku Abdurrahman ibn Bisr, menceritakan kepadaku Rauh, menceritakan kepadaku Syu'bah, dari Sufyan Al-Tsauri, dari Al-A'mas, dari Ibrahim, dari Alqomah berkata : "Setiap ayat yang turun dan redaksinya memakai kata ياأيهاالناس maka ayat tersebut turun di Makkah dan ياأيهاالذين أمنوا maka ayat tersebut turun di madinah.
Yakni bahwa ياأيهاالناس itu khitobnya kepada ahli Makkah dan
ياأيهاالذين أمنوا khitobnya kepada ahli Madinah, sedangkan ayat diatas khitobnya kepada orang-orang musyrik Makkah.
Dalam pemaknaan lafadz الناس terdapat perbedaan, ada dua qoul. Qoul pertama yaitu arti kata الناس ialah orang-orang kafir yang tidak menyembah Allah dan didukung firman Allah surat Al-Baqoroh ayat 23. qoul kedua berpendapat bahwa lafadz الناسlebih bersifat umum yaitu berlaku untuk seluruh manusia, maka khitobnya diperuntukkan untuk orang-orang yang beriman karena ia senantiasa melaksanakan ibadah dan juga diperuntukkan bagi orang-orang kafir karena mereka belum beribadah secara benar kepada Allah dan dengan ayat tersebut diharapkan mereka segera mau beribadah kepada-Nya.
Perintah beribadah dan menyembah Allah saja yang difahamkan dari ayat ini, adalah perintah yang telah dihadapkan pula oleh Allah SWT kepada seluruh manusia sejak zaman dahulu dengan perantara rasul-rasul-Nya.
Allah berfirman dalam surat An-Nahl ayat 36

ولقد بعثنا فى كلّ أمّة رسولًا أن اعبدوا الله واجتنبوا الطّاغوتَ

Artinya : Dan sesungguhnya kami telah mengutus rasul pada tiap-tiap ummat (untuk menyerukan), sembahlah Allah (saja), dan jahuilah thaghut itu.
Tiap-tiap rasul memulai dakwahnya dengan seruan kepada kaumnya agar menyembah Allah saja.
Allah SWT berfirman dalam surat Al-A'rof ayat 59

فقال يقوم اعبدوا الله مالكم مّن إله غيره

Artinya : Lalu ia berkata : "Wahai kaumku, sembahlah Allah, sekali-kali tak ada tuhan selainya.
Beribadah kepada Allah ialah menghambakan diri kepadanya, dengan penuh kekhusuan, memurnikan ketaatan hanya kepadanya saja, karena merasakan bahwa hanya Allah lah yang menciptakan, menguasai, memelihara dan mendidik seluruh makhluk.
Ibadah seorang hamba sebagai yang disebutkan itu akan dinilai oleh Allah SWT menurut niat hamba yang melakukanya.
Kemudian tentang (cara melakukan ibadah) agar selalu berorientasi pada Allah telah diterangkan oleh Rasulullah dalam sebuah hadits yang berbunyai :

أن تعبد الله كأنّك تراه فإن لم يراه فإنه يراك ( رواه البخارى ومسلم عن عمر بن خطاّب )

Artinya : Bahwa hendaknya engkau menyembah Allah SWT itu seakan- 76 engkau melihat-Nya, jika (seakan-akan) tidah dapat melihatnya maka sesungguhnya Dia melihatmu.
Dengan demikian ketika kita melekukam sesuatu akan ingat pada sang kholiq, sehingga dapat mendorong kita untuk selalu berbuat yang baik serta meninggalkan hal yang buruk karena sosok tuhan (Allah) yang selalu mengawasi dan mengetahui amal kita akan tertanam dalam kuat dalam hati dan pikiran.
Pada ayat ini Allah SWT disebut dengan "Robb", kemudian diiringi dengan perkataan : "…….yang telah menciptakan kamu dan orang-orang sebelummu…..". hal ini berpengertian bahwa Allah menciptakan manusia, mengembang biakkan, memberi taufiq dan hidayah, menjaga dan memelihara, memberi nikmat agar dengan nikmat itu manusia dapat melaksanakan tugas-tugasnya sebagai hamba Allah SWT. Semua rahmat tersebut diberikan kepada manusia sejak permulaan adanya, sampai akhir kehidupan ini. Barang siapa yang mensyukuri nikmat Allah akan ditambah nikmat itu, sebaliknya barang siapa yang mengingkari nikmat Allah akan menerima azab didunia sebagaimana yang telah ditimpakan-Nya kepada umat-umat terdahulu dan di akhirat nanti akan disediakan azab yang pedih.
Allah SWT berfirman :

وإذ تأذّن ربّكم لئن شكرتم لأزيدنّكم ولئن كفرتم إنّ عذابي لشديد

Artinya : Dan (ingatlah juga) tatkala tuhanmu memaklumkan : "Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu dan jika kamu memgingkari (nikmat-Ku) maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih.
Sembahlah Allah sebagaimana yang diperintahkan itu, agar terpelihara dari azab Allah dan agar tercapai derajat yang tertinggi lagi sempurna.
Allah memberikan semua nikmat itu agar manusia melaksanakan tugas-tugasnya sebagai seorang hamba Allah SWT.
Tugas-tugas itu dapat difahamkan dari firman Allah SWT :

وما خلقت الجنّ والإنس إلاّ ليعبدون

Artinya : Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah Ku.
Ayat ini mengunakan bentuk pertama خلق (sudah lampau) dan bertujuan untuk menekankan pesan yang dikandung, yaitu beribadah semata-mata kepada-Nya. Kata ألجنّ didahulukan dari kata ألانس karena jin lebih dahulu diciptakan oleh Allah daripada manusia.
Huruf لـ (lam) pada kata ليعبدون bukan berarti agar supaya mereka beribadah atau agar Allah disembah melainkan berarti kesudahan atau dampak dan akibat sesuatu ( لـ العقيبة).


Menurut Syaikh Muhammad Abduh, ibadah bukan hanya sekedar ketaatan dan ketundukan, tetapi ia juga merupakan dampak dari keyakinan bahwa pengabdian itu tertuju kepada yang memiliki kekuasan yang tidak terjangkau arti hakikatnya.
Ibadah terdiri dari ibadah Mahdhoh dan Ibadah Ghoiru Mahdhoh. Ibadah mahdhoh adalah ibadah yang telah ditetapkan oleh Allah, mulai dari bentuk, kadar atau waktunya seperti sholat, zakat, puasa, haji dan lain-lain. Sedangkan ibadah ghoiru mahdhoh segala aktifitas manusia yang dilakukan karena Allah.
Jadi ayat diatas menjelaskan bahwa Allah menghendaki agar segala aktifitas manusia dilakukannya karena Allah yakni sesuai dengan tuntunan petunjuknya.
Menurut Thobathobai huruf لـ pada kata ليعبدون diartikan agar supaya, yakni tujuan penciptaan manusia adalah untuk beribadah. Artinya bahwa Allah mencipatakan jin dan manisia karena Dia dzat yang maha kuasa, dan tentu saja tujuan yang dikehendaki-Nya mustahil tidak tercapai. Tetapi dalam kenyataanya banyak sekali yang tidak beribadah kepada-Nya, dan ini merupakan bukti yang sangat jelas bahwa huruf lam tersebut bukan berarti agar supaya atau makna tujuan.
Menurut Thobathobai huruf لـ tersebut adalah للجنس sehingga adanya sebagian dari kedua jenis mahluk tersebut yang beribadah sudah cukup untuk menjadikan tujuan penciptaan mereka adalah untuk beribadah.
Menurut Sayyid Qutub ibadah yang dimaksud disini lebih luas jangkauan maknanya dari pada ibadah dalam bentuk ritual. Sedangkan hakikat ibadah mencakup dua hal :
1. Kemantapan makna penghambaan diri kepada Allah dalam hati setiap insan, kemantapan perasaan bahwa ada hamba dan ada tuhan, hamba yang patuh dan tuhan yang dipatuhi.


2. Mengarah kepada Allah dalam setiap gerak pada nurani, pada setiap anggota badan dan setiap gerak dalam hidup. Dengan demikian terlaksana makna ibadah dan menjadilah setiap amal bagaikan ibadah ritual.

B. Tafsir Surat Az-Zumar Ayat 2 dan 3
(2) Allah SWT menjelaskan bahwa dia menurunkan kepada rasul-Nya kitab Al-Qur'an, dengan membawa kebenaran dan keadilan. Maksud "membawa kebenaran" dalam ayat ini ialah membawa perintah kepada seluruh manusia agar mereka beribadah hanya kepada Allah. Kemudian Allah menjelaskan cara beribadah yang benar itu hanyalah menyembah Allah saja, dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya, bersih dari pengaruh syirik atau riya'. Kebenaran yang terdapat dalam Al-Qur'an itu sesuai dengan kebenaran yang termuat dalam kitab-kitab Allah yang diturunkan kepada Rasul-rasul sebelumnya.
(3) Sesudah itu Allah SWT memerintahkan kepada Rasul-Nya agar mengingatkan kaumnya bahwa hanya kepunyaan Allahlah agama yang bersih. Maksud agama dalam ayat ini adalah ibadah dan taat.
Oleh sebab itu ibadah dan taat itu hendaknya ditujukan kepada Allah semata, bersih dari syirik dan riya'
Sebagai penjelasan dari makna Ad-Dien yang termuat dalam ayat ini dapatlah dikemukakan sebuah hadits :

يا رسول الله انىّ أتصدّق باالشّيء وأصنع الشّيء أريد به وجه الله وثناء النّاس. فقال رسول الله صلى الله عليه وسلّم : والّذى نفس محمّد بيده لايقبل الله شيئا شورك فيه, ثمّ تلا : ألا لله الدّين الخالص.

Artinya : bahwa seorang laki-laki berkata : "Ya Rasulallah! Sebenarnya saya akan menyedekahkan sesuatu, padahal saya berkeinginan dari perbuatan itu mendapat kerelaan Allah dan mendapat pujian dari manusia. Kemudian Rasulullah SAW bersabda : "Demi yang jiwaku didalam kekuasaan-Nya, Allah tidak akan menerima sesuatu yang didalamnya terdapat syirik. Kemudian beliau membaca ayat ini :
ألا لله الدّين الخالض
Ibn 'Arobi berkata : Ayat ini menunjukkan kewajiban niat dalam setiap pekerjaan. Jadi pada dasarnya setiap pekerjaan itu harus didasari keikhlasan. Akan tetapi jangan sampai niat kita mengendorkan semangat kita dalam berlomba-lomba dalam kebaikan, karena banyak orang yang beranggapan bahwa ketika mereka sudah berniat dengan ikhlas maka sudah cukup bagi mereka dan mereka enggan meningkatkannya. Mereka sudah merasa cukup dengan apa yang mereka kerjakan padahal itu belum seberapa nilainya dimata Allah SWT.
Berkaitan dengan surat Al-Baqarah ayat 21 diatas, ayat ini mengisyaratkan bahwa adanya suatu keharusan bagi setiap ibadah yang dikerjakan oleh setiap orang berdasarkan rasa ikhlas dan taat.
Masih berkaitan dengan keikhlasan dalam beribadah, benar dikatakan bahwa dalam melaksanakan ibadah harus didasari keikhlasan tapi juga harus difahami, ketika seseorang melakukan ibadah secara ikhlas tidak akan tercapai tanpa adanya pertolongan Allah kepada seorang hamba dalam melaksanakan ibadah tersebut.
Coba kita cermati firman Allah dalam surat Al-Fatihah :
ايّاك نعبد وايّاك نستعين lafadz ايّاك نعبد mengindikasikan adanya suatu keikhlasan penuh dalam beribadah, kemudian lafadz وايّاك نستعين berarti adanya pertolongan dari Allah untuk melaksanakan ibadah atau dalam kata lain kita dapat melaksanakan ibadah hanya karena pertolongan (hidayah dan taufiq) Allah. Apakah seorang hamba mampu untuk percaya kepada Allah kemudian ia melaksanakan segala perintahnya dan menjuhi segala laranganya apabila ia tidak mendapat Hidayah dan Taufiq dari Allah? Adakah yang dapat memberikan Hidayah ataupun Taufiq selain Dia?
Susunan ayat–ayat ini membawa pengertian "pengkhususan" yaitu pengkhususan "ibadah" kepada Allah.
Jadi arti ayat ini: "kepada engkau sajalah kami tunduk dan berhina diri, dan kepada engkaulah kami memohonkan suatu pertolongan".
Pertolongan yang khusus dimohonkan kepada Allah ialah tentang sesuatu yang berada diluar kemampuan dan kekuasaan manusia.
" ايّاك" dalam ayat ini diulang dua kali, gunanya untuk menegaskan bahwa Ibadah dan Isti'anah itu masing-masing khusus dihadapkan kepada Allah, selain dari itu untuk dapat mencapai kelezatan munajat (berbicara) dengan Allah, karena bagi seorang hamba Allah yang menyembah dengan segenap jiwa dan raganya tak ada yang lebih nikmat dan lezat dari pada perasaannya dari pada bermunajat dengan Allah.
Baik juga diketahui bahwa dengan memakai " ايّاك" berarti menghadapkan pembicaraan kepada Allah, dengan maksud menghadirkan Allah SWT dalam ingatan, seakan-akan dia berada dimuka kita, dan kepada-Nya dihadapkan pembicaraan dengan khusuk dan tawadu'.
Kemudian di akhir ayat Allah SWT menjelaskan bahwa orang-orang yang mengambil pelindung selain Allah, menurut mereka, mereka tidaklah menyembah pelindung itu melainkan dengan maksud supaya pelindung itu mendekatkan mereka kepada Allah dengan sedekat-dekatnya. Mereka beribadah bukan karena Allah melainkan kepada sesembahanya.

C. Tafsir Surat Al-Bayyinah Ayat 5
Huruf لـ pada ayat وما أمروا الاّليعبدوا الله menunjukkan bahwasanya ibadah diwajibkan bukan karena mengharapkan surga ataupun karena agar terhindar dari neraka akan tetapi lebih kepada sikap kehambaan kita (yaitu karena kita seorang hamba dan Dia (Allah) adalah ربّ tuhan), walaupun seumpamanya ada sebuah ketentuan dalam agama yaitu tidak ada konsep pahala ataupun siksa, lalu kemudian kita diperintah oleh Allah untuk beribadah, maka kita tetap harus patuh dan tunduk serta melaksanakan apa yang menjadi ketentua-Nya atas dasar kemurnian dalam beribadah.
Dalam tafsir Al-Kabiir dijelaskan bahwa Ibadah adalah sikap merendahkan dan menghinakan diri dihadapan Allah SWT, sedangkan orang yang beranggapan bahwa sikap merendahkan dan menghinakan diri itu adalah bentuk dari ketaatan adalah salah, karena ada sekelompok orang yang menyembah malaikat, Isa Al-Masih dan berhala-berhala. Sedangkan kita tidak boleh mengikuti jalan tersebut, hanya saja dalam syariat hal tersebut menjadi suatu nama setiap ketaatan kepada Allah dengan jalan menghinakan diri dan memuliakan-Nya dengan segala kemuliaan.
Asy-Syaikh Fakhruddin Muhammad mengatakan bahwa, dalam melaksanakan ibadan harus ada dua unsur, yaitu :
1. Memuliakan dengan segala kemuliaan (غاية التّعظيم ), dan bahwa sholatnya anak kecil itu tidak dapat disebut dengan ibadah, karena anak kecil tidak mengetahui keagungan Allah bagaimana ia dapat mengagungkan Allah?
2. Adanya perintah untuk beribadah( أن يكون مأمورا به), adapun ibadah dari seorang yahudi bukan dinamakan ibadah, walaupun ia mengagungkan Allah. Karena ia menyekutukan Allah, maka mereka tidak diperintah untuk beribadah.
مخلصين (sikap ikhlas) harus dimulai dari permulaan sampai akhir dari pekerjaan. Orang yang ikhlas ialah orang yang selalu berbuat baik atas dasar kebaikan, menjalankan kewajiban kerena kewajibanya, dan ia akan selalu melaksanakanya secara tulus karena Allah semata, tidak ada perasaan riya' sombong atau yang lainya, akan tetapi ia mempunyai prinsip yang diyakini kebenaranya bahwa amal ini aku kerjakan tidak karena aku mengharap surga atau menghindar dari neraka. Walaupun hal tersebut pasti adanya, tetapi kita mencoba untuk berbuat yang terbaik dan ikhlas karena Allah.
Kecenderungan manusia ketika beribadah ialah mengorientasikannya untuk berlomba-lomba mencari fahala dan menjauhkan diri dari siksa, lalu timbul pertanyaan apakah pekerjaan itu juga dapat dikategorikan ikhlas?
Menilai dari kecenderungan manusia yang seperti itu ada tiga poin yang perlu dicermati :
1. Terdapat sekelompok Manusia yang dalam keadaan terdesak, susah atau terancam pada sesuatu yang berbahaya, maka dapat dipastikan bahwa mereka saat itu (baik dia yakin maupun tidak), dia akan percaya dan kembali kepada Tuhanya dalam bentuk ibadah. Kemudian apabila Allah menganugrahkan kepadanya suatu nikmat, ia akan lupa denagan apa yang telah ia mohon sebelumya. Orang seperti ini biasanya dapat bersikap ikhlas dan kadang pada suatu saat mengharapkan pahala atau menghindar dari siksa, yaitu ditunjukkan ketika ia berdo'a, yaitu mereka mengharapkan sesuatu dari ibadahnya.
2. Golongan yang benar-benar dapar beramal dengan ikhlas, golongan ini masuk dalam kategori golongan Khosh dan ditempati oleh para Nabi dan Rasul Allah.
3. Golongan yang tidak dapat terlepas dari sikap ingin mendapatkan pahala dan menghindar dari siksa, dan ini juga dapat digolongkan dalam kategori perbuatan yang iklas karena memang Allah sudah menjanjikan semua itu selama ia tidak riya', sombong, syirik dan sebagainya.
Dalam ayat ini pula disebutkan adanya ibadan yang bersifat formal dan yang bersifat nonformal atau dengan kata lain ibadah yang berhubungan dengan Allah (حبل من الله) dan ibadah yang berhubungan dengan sesama manusia atau sosial (حبل من الناس ) dalam firma-Nya ويقيموا الصّلاة ويؤتواالزّكاة
Disebutkan bahwa seseorang harus mengetahui dan ikhlas dalam firman Allah مخلصين dan beramal dengan tindakan dalam firman Allah (ويقيموا الصّلاة ) yaitu ibadah yang berhubungan dengan Allah dan lafadz
( ويؤتواالزّكاة) yaitu ibadah yang berhubungan dengan sesama manusia atau ibadah sosial.
Jadi sudah tidak ada lagi alasan bagi seseorang untuk tidak melaksanakan sholat, puasa, zakat dan lain-lain yang berkaitan dengan ibadah mahdhoh, akan tetapi tidak menafikan ibadah yang ghoiru mahdhoh dan keduanya harus kita fahami dengan total menyeluruh dan sempurna..
Jika ditanyakan, adakah ayat dalam Al-Qur'an tentang ibadah yang menyebutkan bentuk ibadahnya? Maka jawabnya ada yaitu :




Surat Thaha ayat 14 :

إنّنى أنا الله لاإله إلاّ أنا فاعبدٍْنى وأقم الصّلاة لذكرى

Artinya : "Sesungguhnya Aku adalah Allah, tidak ada tuhan selain Aku, maka senbahlah Aku dan dirikanlah sholat untuk menginggatku."
Sudah jelas dan gamblang bagaimana Allah menjelaskan kepada kita tentang cara menginggat Allah yaitu dengan sholat, maka janganlah memutar balikkan fakta tentang sesatu yang sudah jelas adanya.
Sungguh merugi kalau kita tidak mau berterimakasih kepada orang-orang yang telah berjasa kepada kita, Rasulullah SAW contohnya, ia adalah seorang rasul yang telah menerima dan menyampaikan perintah beribadah (baik berupa ibadah mahdhoh maupun ibadah ghoru mahdhoh) kepada kita semua sedang beliau bisa mensinergikan antara keduanya.
Walaupun kita tahu bahwa Rasulullah sudah dijamin oleh Allah, beliau melakukan ibadah mahdhoh maupunyang ghoiru mahdhoh, sedang kita orang yang banyak dosa sudah berani mendakwakan diri sebagai orang yang benar dan telah mengetahui hakikat.
Perlu kita camkan bahwa orang yang berusaha mencari-cari dalih agar ia terlepas dari segala kewajiban, maka pada hakiaktnya kita telah menodai Risalah yang dibawa oleh Rasulullah dan sekaligus kita adalah termasuk orang yang tidak punya rasa terimakasih. Sungguh benar dikatakan bahwa :

من لم يشكرالنّاس لا يشكر الله

Barang siapa yang tidak mau bersyukur (berterimakasih) kepada manusia, maka ia tidak mau barsyukur (brterimakasih) pula kepada Allah.


BAB III
PENUTUP

Kesimpulan
Ibadah adalah suatu perintah dari Allah yang harus kita laksanakan dengan jiwa dan hati yang tulus dan ikhlas. Ibadah kita, mengisyaratkan bahwa kita sebagi seorang hamba membutuhkan terhadap rahmat, hidayah, taufiq maupun pertolongan dari Allah SWT, akan tetapi perlu di ingat bahwa rasa kebutuhan kita terhadap Allah tidak akan mengurangi rasa tulus ikhlas kita dalam beramal.
Terdapat dua jenis ibadah dalam diri manusia (ibadah mahdhoh dan ibadah ghoiru mahdhoh) yang keduanya harus seimbang, jangan dipahami setengah-setengah, karena keduanya adalah perintah yang diberikan Allah kepada kita semuanya melalui rasulnya Muhammad SAW.
Tiap-tiap ibadah yang kita kerjakan hendaknya didorong oleh keyakinan kepada kebesaran dan kekuasaan Allah serta timbul atas rasa syukur dan hutang budi kita kepada-Nya, jika demikian maka ibadah akan menjauhkan diri kita dari perbuatan yang tidak baik dan yang dilarang oleh Allah SWT.
Tetapi ibadah yang tidak didasari atas beberapa aspek diatas akan terkesan hanya karena sebatas memelihara tradisi yang sudah turun temurun, kendatipun memiliki rupa dan bentuk ibadah. Tak ada ubahnya dengan patung dan gambar yaitu hanya sebagai simbol. Selanjutnya ibadah yang semacam itu, tidak ada kesan dan buahnya kepada tabiat dan akhlak orang yang beribadah tersebut.





DAFTAR PUSTAKA

Departemen Agama RI, Al-Qur'an dan Tafsirnya, Jakarta, 2000

Al-Imam Fakhruddin Muhammad Umar ibn Al-Husain ibn Al-Hasan, At-Tafsir Al-Kabiir Au Mafaatiihul Ghoib, Beirut, Libanon : Dar Al-Kotob Al-'Alamiah, 2006

Shihab, M. Quraish, Logika Agama Kedudukan Wahyu & Batas-Batas akal Dalam Islam, Jakarta : Lentera Hati, 2005

Abu 'Abdillah Muhammad Ahmad Al-Ansori Al-Qurtuby, Al-Jami' Li Ahkami Al-Qur'an, Beirut, libanon : Dar Al-Kotob Al-'Alamiah, 2006

Nashiruddin Abi Sa'id Abdillah ibn Umar Muhammad Al-Syairozi Al-Baidhowi, Tafsir Al-Baidhowi, Beirut, Libanon : Dar Al-Kotob Al-'Alamiah, 2006

Shihab, M. Quraisy, Tafsir Al-Misbah Pesan "Kesan dan keserasian Al-Qur'an", Jakarta: Lentera Hati, 2002

Thalhah, Hisyam, Mu'jizat Al-Qur'an dan Hadits, Bandung: Sapta Sentosa, 2008

Al-Imam Abi Al-Hasan Ali ibn Ahmad Al-Wahidi, Asbaabu Nuzul Al-Qur'an, Beirut, Libanon : Dar Al-Kotob Al-'Alamiah, 2006

Departemen agama RI, Al-Qur'an dan Terjemahan Al-Jumanatul 'Ali, Bandung: CV penerbit ART, 2005